Simbol, seberapa pentingkah?

Konten [Tampil]

Menyimak komentar dari tamu Kick Andi di acara TV tadi malam (10 Oktober 2013) tentang latar belakang Sang Tamu menulis buku '30 hari Keliling Sumatera ', membuatku tergelitik untuk menulis tentang tema serupa.

Penulis yang mempunyai semangat tinggi untuk berkeliling Indonesia setelah sembuh dari penderitaan kanker ini menulis tentang apa yang ia lihat ketika berkeliling Sumatera. Banyak sekali paradoks yang terjadi di masyarakat baik yang terlihat maupun yang tidak terpublikasikan.



Diantara paradoks yang ada adalah tentang aturan-aturan yang tidak sepenuhnya  bisa dilaksanakan oleh masyarakat. Ia menuturkan umumnya warga yang berada di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara memiliki paradigma tersendiri tentang jilbab. Wanita Aceh yang dikenal berjilbab sesuai syariat Islam yang berlaku di sana ternyata memahami Jilbab sendiri sebagai aturan yang berlaku di wilayah Aceh saja. Namun setelah mereka keluar dari wilayah tersebut, serta merta mereka akan melepaskan Jilbab mereka meskipun dalam perjalanan.


Jika Penulis mengungkapkan kekhawatirannya dengan fenomena tersebut, maka boleh saya katakan bahwa fenomena tersebut hampir setiap hari saya temui di lingkungan saya berada. Terutama apa yang terjadi dengan siswa-siswi Madrasah maupun di lingkungan sekolah atau perguruan tinggi yang memberikan kesan 'wajib' untuk berbusana muslim. Meski tidak semua siswi didikan saya yang mengalami paradoks seperti penuturan si Penulis buku tersebut,

Ketika berada di Madrasyah maupun perguruan tinggi Islam kesan santun dan rapi begitu kental terasa. Namun ketika sudah berada di luar Madrasah maupun Perguruan Tinggi Islam kesan tersebut hampir tak terlihat. Siswi maupun mahasiswi yang tadinya memakai jilbab ketika berada di sekolah maupun kampus tersebut tak malu-malu memakai celana pendek, baju ketat bahkan 'maaf' melebihi pakaian mereka yang memang tak berjilbab. Sungguh Ironis sekali. Berkali-kali di tegur namun tak pernah mau berubah.

Kondisi begitu berbeda ketika berada di lingkungan sekolah umum. Segelintir saja siswi yang mengenakan jilbab, namun mereka konsisten dengan jilbab tersebut. Tidak hanya dikenakan di sekolah, tapi ketika sudah pulang ke rumah, berada di luar rumah pun mereka tetap berhijab.

Apa yang keliru dari pemahaman berjilbab sebagian besar siswi Madrasah dengan siswi yang bersekolah di sekolah umum. Bukankah saban hari guru-guru Madrasah sudah mencekoki para siswi nya untuk senantiasa konsisten dengan hijab mereka. Sedangkan di Sekolah-sekolah umum, jarang sekali ada himbauan kepada siswa untuk berhijab.

Dari fenomena diatas serta apa yang diungkapkan oleh penulis buku yang menjadi tamu Kick Andi adalah fenomena yang tidak bisa diubah dengan cepat. Butuh waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan kesadaran si siswi bahwa jilbab itu tak hanya  menaati peraturan di Madrasah atau kampus saja tapi merupakan kewajiban atas diri kita sebagai seorang muslimah.

No comments

Terimakasih ya, telah berkunjung di blog saya. Bila ada waktu luang saya sempatkan berkunjung balik. Semoga silaturrahim kita terjalin indah.