Karena Ceriamu adalah Kebahagiaanku

Konten [Tampil]


Menjelang tutup tahun sudah tentu banyak sekali evaluasi tentang impian maupun resolusi yang telah di buat pada awal tahun lalu. Salah satu nya adalah kondisi emosional ku.

Sebagai ibu 3 anak aku perlu banyak-banyak mengevaluasi kondisi emosional ku ketika menghadapi anak-anak kesayangan.




Kadang ada kalanya kondisi emosional sedang meluap-luap baik ketika dalam keadaan 'baik-baik' saja maupun dalam keadaan 'tidak baik baik saja'.

Misalnya saat melihat kondisi rumah acak-acakan, mainan berserakan, tas dan sepatu tidak pada tempatnya. Lalu disaat yang sama apa yang dilihat di dapur juga tak kalah 'heboh' piring berantakan belum di cuci, pakaian kotor menumpuk, sampah belum dibuang, masak tidak sempat namun kondisi badan sudah remuk redam. Saat itulah ujian kata-kata dan tangan sedang dalam puncaknya.

Yah, seringkali mereka ketiga anakku tanpa bisa berbuat apa-apa menjadi korban omelan panjang yang tak berujung.

Dalam kondisi seperti itu biasanya aku lupa bahwa sedang diuji kesabaran. Yang diingat hanyalah bagaimana kondisi rumah normal seperti keinginanku.

Yah, seperti keinginanku

Rumah bersih, rapi, mainan berada pada tempatnya, sepatu buku perlengkapan sekolah rapi ditempatnya masing-masing. Dapur seperti terlihat yang di pict-pict Instagram orang-orang rapih, bersih dan nyaman.

Namun apakah semudah itu?

Di sinilah ujian kesabaran ku kian dipertaruhkan, mampukah aku mengelola emosi dengan waras dan benar dalam kondisi apapun baik ketika menemukan hal yang disukai maupun tak disukai ?

Apa yang terjadi?

Kejadian yang akan terlihat adalah mereka anak-anak kesayangan akan diam mematung lalu berusaha membereskan mainannya, menaruh barang yang berserakan pada tempatnya tentunya sesuai dengan porsi 'bersih' versi mereka.

Lalu aku? Apakah menerima begitu saja apa yang telah mereka bereskan dalam 'keterpaksaan' tadi?
Ya itu tadi. Jika kondisi emosiku tidak baik-baik saja maka omelan akan menjadi part 2.

Terus?

Selanjutnya sudah bisa ditebak aku akan mulai membereskan berdasarkan versiku sendiri tentu dengan sisa tenaga yang ada.

Beres?

Iya, tapi tunggulah sekitar 1-2 jam berikutnya. Perlahan tapi pasti situasi bersih dan rapih akan kembali memudar seiring dengan ide-ide permainan yang luar biasa banyak stoknya pada imajinasi anak-anak kesayanganku.

Dan sampai pada titik ini apakah aku masih punya tenaga untuk 'ngomel' dan mengerahkan emosiku kepada mereka?

Tidak.

Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan membiarkan mereka kembali berimajinasi dan berkreasi sesuai keinginannya.

Begitulah ritme kehidupan yang kulalui setiap hari.


Sampai suatu saat,

Aku menemukan beberapa tulisan di dinding hasil karya salah seorang dari anak-anak pintar kesayanganku.



Tulisan itu mereka buat ketika marah dan kesal dengan ku. Aku tercengang, mereka sebetulnya tidak berani berontak dan beradu pendapat denganku makanya dari tangan-tangan mungilnya lahirlah tulisan-tulisan di dinding. Itulah isi hati mereka, protes mereka ketika menghadapi emosiku, bentuk perlawanan mereka terhadapku yang tentunya bukan dengan tenaga dan omelan tapi tulisan curhat di dinding.



Yah, dinding menjadi tempat mereka mengeluarkan uneg-unegnya, dinding bisa menerima segala bentuk curhatnya, dinding juga menjadi tempat mereka berkeluh kesah tanpa adanya perlawanan. Di dinding mereka mencurahkan segala resahnya pun keinginannya terhadapku.

Tiba-tiba aku tersadar, seandainya kondisi ini dibiarkan berlarut-larut tanpa menemukan solusinya, hingga mereka besar nanti apa yang akan terjadi?

Misalnya ketika mereka marah dengan gurunya, lalu bentuk pelampiasannya adalah mereka akan curhat di dinding sekolah, kelas, taman, lapangan?

Kalau mereka marah dengan orang orang yang tak mereka sukai bukan tak mungkin mereka akan melampiaskan di tembok-tembok terminal, tiang listrik, dinding bangunan, jalanan, taman, musollah, kantor dan sebagainya.


Hiiyy.

Aku bergidik ngeri, artinya aku membiarkan mereka untuk tumbuh besar dengan didikan yang salah. Bisa jadi nantinya apa yang aku lakukan sekarang adalah batu bata bangunan pemuda yang anarkis, tak punya kepribadian dan tak bisa diatur.

Mereka yang pekerjaannya mencoret coret tembok di jalanan, tiang listrik, fasilitas umum, bis-bis, kereta, angkot, dan sebagainya yang menyisakan ruang amburadul, semrawut dan jorok pada fasilitas umum yang telah dibangun dengan susah payah untuk kemaslahatan orang banyak.

Ya Allah..

Maafkan aku anak-anak kesayangan.

"Umi, Aku sayang Umi."



Aku dikejutkan oleh suara yang sangat  familiar yang berasal dari anak-anak kesayangan disuatu sore yang cerah. Sebuah pelukan yang begitu erat tiba-tiba menghambur begitu saja tanpa batas, tak ada judulnya. Aku melihat mereka dalam kebahagiaan yang tiada tara. Tanpa sedikitpun beban.

Keceriaannya adalah kebahagiaanku.

"Umi, Terimakasih ya Mi sudah menyembuhkan ku."

                                    

"Lho? Menyembuhkan apa, Bang?"

"Ini." Kata Abang Fajar menunjukkan celananya.

"Oalah, Nak. Kamu berterimakasih sama Allah saja, Dia yang Maha menyembuhkan, kalau Abang di kasih sakit terus sembuh berarti Allah yang kasih sembuh"

"Tapi kan Umi yang beliin obat, obat itu yang menyembuhkan  kan, Mi."

Aku memeluk si cerdasku, anak yang kritis sering banyak pertanyaan namun juga sering menghibur dengan cerita cerita ilmiah versinya.



"Abang, obat itu adalah perantara kesempuhan suatu penyakit, yang memberi kesembuhan adalah Allah SWT."

"Tapi kan kemarin pas Aku sakit  habis di sunat, Umi memberikan Tempra Syrup langsung sembuh dan tidak sakit lagi. Beda dengan adik Ghaisan yang lama sembuhnya hingga dua minggu lebih padahal sama-sama di sunat."

Ingatanku melayang pada peristiwa 6 bulan lalu, saat liburan kenaikan kelas sekaligus libur lebaran Idul Fitri, tepatnya saat anakku yang paling kecil mengalami hal serupa yakni di Khitan.

Meski usia Kakak lebih tua dibanding Adik namun karena sesuatu hal maka Adik lebih dahulu di sunat, sedangkan Abang baru terwujud pada liburan akhir tahun ini.

Apa yang dikatakan Abang Fajar benar sekali, masa penyembuhan Adik ketika itu cukup lama sekitar 2 minggu, sedangkan Abang, memasuki hari ke-3 dia sudah ceria dan bermain seperti sediakala.

"Mi, ternyata Tempra Syrup itu sangat efektif menghilangkan nyeri karena mengandung 250 ml Paracetamol dalam setiap 5 ml.



Aku menebak pasti Abang Fajar baru membaca brosur di kemasan Tempra Syrup yang menjadi obatnya saat nyeri bekas luka khitan beberapa hari yang lalu.

"Semestinya dulu Adek juga harus minum Tempra Syrup yang warna biru, Mi. Yang rasa anggur itu kan untuk usia 1-6 tahun. Jadi bisa cepat sembuh seperti aku."

Hmm, iya juga sih. Aku dulu belum terpikirkan ketika si Adik sakit apalagi pemberian obatnya tidak efektif karena dia sudah menolak lantaran terasa pahit dan getir di lidah.

"Emang nya Tempra Syrup yang rasa anggur disukai anak-anak seumuran Adik?"

"Enak kok, Mi rasanya tidak pahit."

Tempra Syrup aman di lambung juga serta tidak perlu di kocok. Jadi tetap akan mendapatkan manfaat untuk menurunkan panas demam serta mengurangi nyeri meskipun tanpa melalui kocokan berulang-ulang di botol karena larut 100%. Dosis tepat tidak kekurangan dan kelebihan.

Dosis Tempra pas untuk anak-anak sesuai kelompok umur. Ada tiga jenis Tempra Syrup yaitu :

  • Tempra Syrup drop untuk anak usia 0-1 tahun yang dilengkapi dengan sendok takar berbentuk pipet untuk mempermudah pemberian obat pada bayi dibawah 1 tahun.
  • Tempra Syrup untuk usia 1-6 tahun dilengkapi sendok takar berbentuk silinder
  • Tempra Syrup Forte untuk usia 6 tahun ke atas dilengkapi dengan sendok takar sehingga memudahkan pemberian obat hingga 10 ml.

"Mi,"

"Ya."


Umi tetap menjadi Umi yang sayang ya sama aku. "

"Iya dong. Pasti itu."

"Umi janji tidak marah-marah lagi, ya!"

Kelingking mungilnya diacungkan ke depan mukaku.

"Janji."

Kami lalu tertawa bersama.



Sore itu, pelukan mereka adalah bentuk kebahagiaan yang tidak ternilai olehku. Aku cium mereka satu persatu seraya berdoa.


"Ya Allah, bahagiakan mereka selalu ada atau tidaknya aku di sisi mereka."

Aminn.

Aku mencoba untuk lebih rileks dalam menghadapi mereka karena bahagia yang mereka rasakan adalah sumber kekuatanku dalam meniti kehidupan ini.

Artikel ini diikutkan dalam kompetisi blog yang diadakan oleh Blogger Perempuan dan Tempra

No comments

Terimakasih ya, telah berkunjung di blog saya. Bila ada waktu luang saya sempatkan berkunjung balik. Semoga silaturrahim kita terjalin indah.