Ketika Kakak mulai Besar

Konten [Tampil]
Anakku Hulwah Hamidah Adismal sekarang mulai menginjak tahun ke-7. Ia semakin kritis, banyak pertanyaan dan semakin bisa mempertahankan pendapatnya ketika berdebat denganku. Aku mengakui ia sangat ulung dalam berpendapat. Seringkali aku harus tunduk pada kemauannya, dan mengaku kalah.
"Kakak ayo mandi, sudah sore."
"Nanti Mi."
"Kakak... sudah sore, nanti masuk angin kalau mandinya kesorean."
Lama berselang ia masih asik main sepeda dengan teman-temannya. Sengaja kubiarkan  lantaran ia memang sekolah sore  dan hampir tak ada waktu untuk bermain dengan teman-temannya.
"Kakak mau mandi kalau sudah selesai bermain."
"Iya, kakak selesai main jam berapa?"
Adzan sudah terdengar dari mesjid. Tapi Kakak belum juga mau mandi. Ia malah asik  menggoda adiknya. Bermain sumput-sumputan.
"Kakak udah Adzan, ayo wudlu dulu."
"Tapi kakak belum mandi, Mi. Kalau tidak mandi nanti bau badannya, terus solatnya tidak sah dong Mi."

Iya sudahlah. Aku mengaku kalah dan tak bisa berdebat lagi dengannya. Namun tak lama ia terlihat berganti baju lalu Wudlu dan solat Maghrib sendiri.

Hulwah memang memasuki usia sekolah yang menurut Stone and Crhuch (1975) masa ini adalah masa perubahan fisik yang cepat, masa meraih identitas yang tidak tergantung pada orang lain, masa untuk mengalami kelakuan dan berfikir relitik.

Tulisan diatas mengendap lama di draf bahkan sudah lupa pernah nulis ini, hari ini kurangkai kembali kalimat untuknya karena dua hari lagi dia ulang tahun..banyak momen yang terlewatkan bersamanya seiring kesibukan yang tak pernah mau berkurang. Namun sang permata sudah demikian jauh meniti hari.
Hingga suatu ketika, ia datang bersama sebuah surat yang ditulisnya ketika kesedihan datang menghampiri.
Kala itu ia protes kepadaku tentang seringnya aku menyalahkannya kalau ada apapun yang berakibat bertengkarnya mereka.

Umi, kenapa kakak terus yang disalahkan...

Dalam diam aku mengakui bahwa ia memang tidak salah, namun lama baru bisa kuungkapkan, hingga datang protesnya yang kesekian kali bahwa ia tak ingin disalahkan..sampai akhirnya dalam pelukku ia menangis tak ingin terus menerus menjadi kakak yang jahat.

Ooow...ternyata ia menyimpulkan sendiri bahwa kemarahanku disimpulkan olehnya sebagai sifat jahat kepada adik adiknya....

Oh, no my darling....i miss you so much...

Pelukku tetap erat untukmu

1 comment

  1. Umur 7 tahun memang sudah 'merasa'ckup besar dan pengen mandiri ya mbak. Hehe. Saya gak jarang didebat anak seumuran itu dimana saya kerja. Katanya kadang 'kenapa aku harus melakukan ini itu?' Haha.

    ReplyDelete

Terimakasih ya, telah berkunjung di blog saya. Bila ada waktu luang saya sempatkan berkunjung balik. Semoga silaturrahim kita terjalin indah.